Welcome

Selamat datang di Blog saya, Space Notes. Semoga bermanfaat.

PNS, BISNIS, KORUPSI?

Apakah benar seorang PNS yang memiliki BISNIS itu bisa dianggap KORUPSI?

3 Bank Terbaik di Indonesia

Berikut adalah beberapa bank yang menurut saya terbaik di Indonesia diantara bank lainnya.

Sejarah Audit Kinerja Sektor Pemerintah di Indonesia

Sejarah awal mulanya Audit Kinerja Sektor Pemerintah di Indonesia.

Kementerian Keuangan RI

Official Website for Kementerian Keuangan RI.

Wednesday, April 10, 2013

Key Area : Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Apa yang dimaksud dengan Area Kunci (Key Area) ?
Area kunci adalah area, bidang, atau kegiatan yang merupakan fokus audit dalam entitas.

Pemilihan area kunci ini dimaksudkan untuk mempermudah proses audit pada tahapan selanjutnya. Selain itu, dengan dipilihnya area kunci akan memungkinkan sumber daya auditor bisa dimanfaatkan secara efisien. Sehingga mempermudah proses auditnya.

Pendekatan-pendekatan yang dilakukan dalam menentukan area kunci yaitu :

  1. Risiko Manajemen : Menganalisis resiko yang muncul dalam entitas yang akan diaudit
  2. Signifikansi : Signifikansi hampir sama dengan konsep materialitas dalma audit keuangan. Signifikansi berkaitan pada dampak yang dihasilkan area tersebut terhadap objek audit secara keseluruhan.
  3. Dampak Audit : Dampak-dampak yang akan muncul jika dipilih area dalam suatu objek audit. Dampak yang paling dilihat disini tentunya yang berkaitan dengan 3E (Efektif, Efisien dan Ekonomi)
  4. Auditabilitas : Auditabilitas beraitan dengan kemampuan audit dalam mengaudit entitas atau objek audit tersebut.


Direktorat Pengelolaan Kas Negara merupakan salah satu bagian dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementrian Keuangan RI. Berikut ini adalah sekilas mengenai tugas dan fungsi mereka :


Tugas:
menyiapkan perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, verifikasi dan pemberian bimbingan teknis di bidang pengelolaan kas dan program pensiun serta pelaksanaan akuntansi atas transaksi keuangan melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Fungsi:
  1. penyusunan petunjuk teknis pengelolaan kas;
  2. penyusunan petunjuk teknis di bidang penerimaan dan pengeluaran kas;
  3. pemberian petunjuk teknis pencairan dana pinjaman dan hibah luar negeri;
  4. pemantauan dan verifikasi pelaksanaan pembayaran, penagihan dan perkembangan kas;
  5. pemberian petunjuk teknis tuntutan perbendaharaan, tuntutan ganti rugi dan kompensasi utang kepada negara;
  6. pembinaan kebendaharaan;
  7. pengelolaan kas negara;
  8. pelaksanaan pembayaran kewajiban pemerintah atas beban rekening Kas Umum Negara, rekening Kas Negara dan rekening Pemerintah Lainnya;
  9. penatausahaan rekening Kas Umum Negara, rekening Kas Negara, Rekening Khusus dan Rekening Pemerintah Lainnya;
  10. pelaksanaan verifikasi dan akuntansi atas transaksi keuangan melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara;
  11. pemeriksaan kas pada KPPN selaku kuasa Bendahara Umum Negara;
  12. pelaksanaan monitoring Sistem Penerimaan Negara (SISPEN);
  13. penyusunan rancangan kebijakan dan pembinaan program pensiun;
  14. pembahasan, penyusunan konsep pengesahan, dan evaluasi rencana kerja anggaran program pensiun pegawai negeri sipil;
  15. pelaksanaan verifikasi, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan kas bendahara instansi dan program pensiun;
  16. pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.


Dari tugas dan fungsi diatas kita bisa menarik beberapa fungsi instansi diatas untuk dipilih menjadi area kunci dalam proses audit kinerja instansi diatas. Tugas dan fungsi tersebut diantaranya :

  1. penyusunan petunjuk teknis di bidang penerimaan dan pengeluaran kas;
  2. pengelolaan kas negara;
  3. pelaksanaan verifikasi dan akuntansi atas transaksi keuangan melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara;
  4. pemeriksaan kas pada KPPN selaku kuasa Bendahara Umum Negara;
Dari ke empat fungsi diatas, fungsi Pengelolaan Kas Negara merupakan suatu area yang sesuai untuk dijadikan area kunci dalam proses audit kinerja pada Direktorat Pengelolaan Kas Negara.

Wednesday, March 13, 2013

Sekilas tentang Direktorat Jenderal Perbendaharaan

A. SEJARAH DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

Terbentuknya Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Ditjen PBN) tidak terlepas dari konsekuensi pelaksanaan reformasi penyempurnaan manajemen keuangan Negara di Indonesia. Ketika semangat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) digulirkan, Pemerintah Pusat menempuh langkah perubahan melalui reformasi hukum dan reformasi organisasi. Secara paralel, reformasi hukum yang ditandai dengan lahirnya Paket Undang-Undang Bidang Keuangan Negara diiringi dengan perubahan organisasional di tubuh Departemen Keuangan guna menyelaraskan perangkat organisasi dengan penegasan fungsi Departemen Keuangan selaku institusi Pengelola Fiskal.
Selaku institusi Pengelola Fiskal, Departemen Keuangan membagi pemisahan kewenangan, yang antara lain adalah fungsi-fungsi pengkajian, penganggaran, dan perbendaharaan. Inilah alasan kuat terjadinya penyempurnaan organisasi (reorganisasi) dengan "terbentuknya" 3 (tiga) organisasi dengan nomenklatur baru, yaitu Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan (Ditjen APK), Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Ditjen Perbendaharaan), dan Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerjasama Internasional (BAPEKKI). Suatu Perubahan organisasi yang ditandai dengan memisahkan fungsi-fungsi yang berbeda namun berada dalam satu naungan organisasi, serta menyatukan fungsi-fungsi yang sama namun tersebar di berbagai unit.
Ditjen PBN sendiri bukanlah organisasi yang sama sekali baru. "Core function"nya tersebar di berbagai unit Eselon I dengan fungsi paling dominan, yaitu fungsi pelaksanaan anggaran, pengelolaan kas Negara, pengelolaan barang milik kekayaan Negara, dan pengelolaan hutang luar negeri berada di bawah unit Eselon I Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). Sementera itu, fungsi perbendaharaan lainnya tersebar di beberapa unit Eselon I dan II yaitu fungsi pengelolaan hutang dalam negeri pada Pusat Manajemen Obligasi Negara (PMON), pengelolaan penerusan pinjaman dan pengelolaaan kasnya pada Ditjen Lembaga Keuangan (Ditjen LK), dan penyusunan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pada Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN), serta fungsi pengolahan data pada Kantor Pengelolahan Data Informasi Keuangan Regional (KPDIKR) BINTEK.
Selanjutnya, dengan terbitnya Keputusan Presiden Nomor 35, 36, dan 37 Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK/2004 dan Nomor 303/KMK/2004, secara hukum meleburlah unit-unit pengelola fungsi perbendaharaan tersebut menjadi satu Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang terdiri dari 1 Sekretariat Ditjen dan 7 Direktorat teknis pada kantor pusat serta 30 Kantor Wilayah Ditjen PBN dan sejumlah KPPN pada kantor instansi vertikal (lihat organisasi).
Pelantikan Direktur Jenderal Perbendaharaan dan seluruh pejabat Eselon II pada bulan Oktober 2004 pun merupakan titik awal sinergi organisasi baru tersebut. Hingga kini, telah terjadi beberapa kali pergantian pejabat Eselon II dan jajaran di bawahnya.


B. VISI DAN MISI

VISI
”Menjadi pengelola perbendaharaan negara yang profesional, modern, dan akuntabel guna mewujudkan manajemen keuangan pemerintah yang efektif dan efisien”

MISI
1. Menciptakan fungsi pelaksanaan anggaran yang efektif.
2. Mewujudkan pengelolaan kas yang efisien dan optimal.
3. Menciptakan sistem manajemen investasi yang tepat sasaran.
4. Mewujudkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum yang fleksibel, efektif, dan akuntabel.
5. Mewujudkan akuntansi keuangan negara yang akuntabel, transparan, tepat waktu dan akurat.
6. Mewujudkan dukungan teknis perbendaharaan yang handal, terintegrasi, terotomatisasi, dan mudah diterapkan.
7. Menyempurnakan proses bisnis sistem perbendaharaan sesuai best practice.
8. Melaksanakan pemberdayaan dan integrasi seluruh sumber daya organisasi secara optimal.


C. STRUKTUR ORGANISASI

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 131/PMK.01/2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perbendaharaan negara sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Dalam melaksanakan tugas dimaksud, Direktorat Jenderal Perbendaharaan menyelenggarakan fungsi:

  1. penyiapan perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang perbendaharaan negara;
  2. pelaksanaan kebijakan di bidang perbendaharaan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  3. penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang perbendaharaan negara;
  4. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbendaharaan negara;
  5. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.
Susunan Organisasi Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan terdiri dari:
  1. Sekretariat Direktorat Jenderal;
  2. Direktorat Pelaksanaan Anggaran;
  3. Direktorat Pengelolaan Kas Negara;
  4. Direktorat Transformasi Perbendaharaan;
  5. Direktorat Sistem Manajemen Investasi;
  6. Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;
  7. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan;
  8. Direktorat Sistem Perbendaharaan.
  9. Secara grafiknya, susunan organisasi Dirjen Perbendaharaan yaitu sebagai berikut : 




Opini pribadi :
Menurut saya struktur atau susunan organisasi dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan ini sudah bagus. Namun tetap saja bukan hanya organisasinya saja yang bagus untuk menghasilkan hasil yang bagus, tetapi dibutuhkan orang dalam organisasi tersebut juga yang bagus agar sistem yang sudah ada dapat dilaksanakan dengan baik.
Sedikit ada kejanggalan saat membaca tugas dari Direktorat Sistem Perbendaharaan, menurut saya tugas mereka harus lebih diperinci lagi agar tujuannya lebih jelas.
Sekian

Sumber : http://www.perbendaharaan.go.id

Tuesday, February 26, 2013

Efficiency vs Equity



Saat ini saya akan membahas mengenai isu yang ada di dunia ekonomi, terutama dalam masalah audit kinerja. Sebelumnya dalam audit kinerja kita mengenal prinsip 3E yang harus di penuhi yaitu effectiveness (efektivitas), efficiency (efisien) dan economy (ekonomis). Namun seiring dengan berkembangnya perekonomian dan kehidupan sosial di dunian ini konsep 3E diatas berkembang dan bermunculan E yang lainnya, salah satunya yaitu equity (keadilan).

Dalam prakteknya sering terjadi muncul trade-off apakah kita lebih mengutamakan efisiensi atau keadilan. Efisiensi ieu sendiri adalah perbandingan antara input dan output apakah output yang dihasilkan lebih besar atau minimal sama dengan inputnya. Sedangakan equity atau keadilan tentu memiliki banyak arti, ada yang mengatakan bahwa keadilan atau pemerataan ini adalah setiap manusia berhak mendapatkan yang sama, ada pula yang menyatakan bahwa maksud keadilan disini memposisikan sesuatu sesuai porsinya. Saya ambil pengertian yang pertama yaitu equity disini lebih ke pemerataannya.

Lingkungan pemerintah memiliki tugas untuk melayani masyarakatnya, salah satunya yaitu menyediakan barang dan jasa bagi masyarakatnya. Dalam proses memberikan pelayanan berupa barang dan jasa sudah tentu pemerintah harus memperhatikan prinsip 3E dan pengembangannya diatas. Terdapat ciri khas yang melekat pada produk sektor publik yaitu :


  • Nonexludability : barang tersebut dapat dinikmati oleh semua orang tanpa mengorbankan kenikmatan lain.
  • Nonrivalness in consumption : dalam menggunakan barang tersebut orang tidak perlu bersaing untuk mendapatkannya.
Jika kita melihat diatas pemerintah pada intinya harus mampu menghasilkan produknya yang dapat dinikmati oleh semua kalangan di masyarakatnya, nah menurut saya ini sudah bisa dikatakan produk pemerintah ini harus menerapkan prinsif equity.

Namun dalam proses pembuatan produk publiknya, menurut saya pemerintah lebih mengutamakan efisiensi daripada equity. Karena jika produk publik itu dibuat secara efisien maka hasilnya pun akan maksimal dan dapat dinikmati oleh semua masyarakat (dalam hal ini berupa output). Sedangkan titik prinsip equity-nya terdapat pada bagian outcome, dan bukan output ataupun input. Sehingga menurut saya dalam hal ini yaitu proses produksi sektor publik antara efisiensi dengan equity ini tidak saling bertolak belakang karena temoat dimana sudut pandang mereka terletak di tempat yang berbeda.

Kecuali jika kita berbicara di sektor swasta dan yang di permasalahkan yaitu antara padat karya dengan padat modal tentu terapat trade-off antara efisiensi dengan equity. Apakah mereka akan lebih mengutamakan efisiensi yang artinya menggunakan modal lebih besar dan tenaga kerja yang sedikit atau mereka akan menggunakan tenaga kerja yang lebih besar dan modal yang tidak terlalu besar? Itu semua tergantung kebijakan perusahaan, dan dua-duanya saya rasa sah-sah saja.


So, what are you gonna choose? Efficiency? or Equity?








Tulisan ini akan saya lanjutkan dalam pos-pos berikutnya, don't miss it! :)

Monday, February 25, 2013

Insider Trading


Sebelumnya saya mau bertanya kepada pembaca semua, sudah pernah mendengarkah istilah ini sebelumnya? Kalo saya sendiri baru mengenal kata ini beberapa hari yang lalu saat iseng dan gak adakerjaan saya baca lewat suatu berita di salah satu media online.

Berita itu kurang lebih mengatakan bahwa salah satu orang terkaya di dunia Warren Buffett melakukan pembelian saham atas satu perusahaan besar internasional. Namun diisukan bahwa transaksi tersebut melibatkan unsur insider trading. Oleh sebab itu, terpikir oleh saya untuk menulis sedikit tentang insider trading tersebut.

Menurut beberapa sumber, pengertian insider trading yaitu :
Insider trading adalah sebutan bagi perdagangan saham atau sekuritas (contohnya obligasiperusahaan oleh orang-orang dalam perusahaan tersebut. Dalam beberapa yurisdiksi, insider tradingbisa dilakukan dan sah menurut hukum, namun istilah ini umumnya merujuk kepada kegiatan ilegal di lingkungan pasar finansial untuk mencari keuntungan yang biasanya dilakukan dengan cara memanfanfaatkan informasi internal, misalnya rencana-rencana atau keputusan-keputusan perusahaan yang belum dipublikasikan. (wikipedia)
Sedangkan penjelasan lebih lanjut mengenai insider trading menurut investopedia yaitu :
Insider trading can be illegal or legal depending on when the insider makes the trade: it is illegal when the material information is still nonpublic--trading while having special knowledge is unfair to other investors who don't have access to such knowledge. Illegal insider trading therefore includes tipping others when you have any sort of nonpublic information. Directors are not the only ones who have the potential to be convicted of insider trading. People such as brokers and even family members can be guilty.
Insider trading is legal once the material information has been made public, at which time the insider has no direct advantage over other investors. The SEC, however, still requires all insiders to report all their transactions. So, as insiders have an insight into the workings of their company, it may be wise for an investor to look at these reports to see how insiders are legally trading their stock.
Jadi secara hukum, insider trading itu bisa legal atau ilegal tergantung dari kondisi transaksinya. Jika transaksinya terdapat informasi yang material dan masih non-publik maka insider trading tersebut ilegal atau dilarang, karena bisa dikatakan transaksi tersebut tidak fair. Sedangkan jika transaksinya melibatkan informasi material yang sudah bersifat publik walaupun itu adalah insider trading tapi tetap diperbolehkan atau legal.

 

Monday, February 18, 2013

Sejarah Audit Kinerja Sektor Pemerintah di Indonesia

Audit Kinerja lahir sebagai wujud ketidakpuasan masyarakat atas hasil audit keuangan, audit tersebut hanya menilai suatu kewajaran atas laporan keuangan semata. Sedangkan secara umum masyarakat ingin tahu apakah uang yang mereka bayarkan -melalui pajak- telah dikelola dengan baik. Apakah uang itu digunakan untuk memperoleh sumber daya yang hemat (spend less), digunakan secara efisien (spend well), dan dapat memberikan hasil yang optimal (spend wisely).

Audit Kinerja perkembangannya bisa dilihat dari dua sisi, yaitu Internal dan Eksternal. Dari sisi internal audit kinerja ini merupakan perkembangan dari audit intern, kemudian berkembang menjadi audit operasional dan selanjutnya menjadi audit manajemen. Selain itu ada juga audit program, yang bertujuan menilai efektivitas. Audit manajemen dan audit program ini kemudian digabungkan dan menjadi audit kinerja (performance audit).

Sedangkan dari sisi eksternalnya audit kinerja merupalan penjabaran dari principal-agent theory. Masyarakat selaku pemilik modal ingin modal yang mereka berikan dikelola dengan baik sesuai dengan 3E (efektif, efisien dan ekonomis).

Di Indonesia sendiri praktek dari Audit Kinerja terutama di sektor publik/pemerintah sudah dipraktekan demi terwujudnya good governance. Adapun sejarah dari Audit Kinerja di Indonesia bisa dirangkum dalam tulisan berikut ini :

Praktek Audit Kinerja Pemerintah pertama kali dilaksanakan oleh Djawatan Akuntan Negara (DNA) sesuai dengan besluit No. 44 tanggal 31 Oktober 1936 dimana DAN bertugas melakukan penelitian terhadap pembukuan dari berbagai perusahaan negara dan jawatan tertentu.

Pada Tahun 1956 sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/BDS/V tanggal 19 Desember 1959 Djawatan Akuntan Pajak (Belasting Accountantsdienst) yang dibentuk tahun 1921 digabungkan dengan DAN.

Kemudian pada tahun 1961, keluar Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 1961 tentang Instruksi bagi Kepala Djawatan Akuntan Negara (DAN), kedudukan DAN dilepas dari Thesauri Jenderal dan ditingkatkan kedudukannya langsung di bawah Menteri Keuangan. Pada tahapan ini DAN bertugas melakukan semua pekerjaan akuntan bagi pemerintah atas semua departemen, jawatan, dan instansi di bawah kekuasannya.

Pada tahun 1963 dengan keluarnya Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1963 tentang pengawasan Keuangan Negara, dibentuklah Urusan Pengawasan pada Departemen Urusan Pendapatan, Pembiayaan, dan Pengawasan (Departemen Keuangan). Sedangkan di tiap Departemen dibentuk bagian Pengawasan Keuangan yang berdiri sendiri terlepas dari Bagian Keuangan Departemen yang bersangkutan.

Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1966, dibentuklah Direktorat Djendral Pengawasan Keuangan Negara (DDPKN) pada Departemen Keuangan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 239 Tahun 1966. Tugas DDPKN (dikenal kemudian sebagai DJPKN) meliputi pengawasan anggaran dan pengawasan badan usaha/jawatan, yang semula menjadi tugas DAN dan Thesauri Jenderal.

Pada tahun 1983, dengan diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tanggal 30 Mei 1983. DJPKN ditransformasikan menjadi BPKP, sebuah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Salah satu pertimbangan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tentang BPKP adalah diperlukannya badan atau lembaga pengawasan yang dapat melaksanakan fungsinya secara leluasa tanpa mengalami kemungkinan hambatan dari unit organisasi pemerintah yang menjadi obyek pemeriksaannya.

Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah telah meletakkan struktur organisasi BPKP sesuai dengan proporsinya dalam konstelasi lembaga-lembaga Pemerintah yang ada. BPKP dengan kedudukannya yang terlepas dari semua departemen atau lembaga sudah barang tentu dapat melaksanakan fungsinya secara lebih baik dan obyektif.

Tahun 2001 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah,terakhir dengan Peraturan Presiden No 64 tahun 2005. Dalam Pasal 52 disebutkan, BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pendekatan yang dilakukan BPKP diarahkan lebih bersifat preventif atau pembinaan dan tidak sepenuhnya audit atau represif. Kegiatan sosialisasi, asistensi atau pendampingan, dan evaluasi merupakan kegiatan yang mulai digeluti BPKP. Sedangkan audit investigatif dilakukan dalam membantu aparat penegak hukum untuk menghitung kerugian keuangan negara.

Pada masa reformasi ini BPKP banyak mengadakan Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman dengan pemda dan departemen/lembaga sebagai mitra kerja BPKP. MoU tersebut pada umumnya membantu mitra kerja untuk meningkatkan kinerjanya dalam rangka mencapai good governance.

Baiklah tulisan diatas merupakan rangkuman dari sejarah audit kinerja sektor pemerintah di Indonesia. Selain itu, di sistem pemerintahan di negara kita ada juga yang dikenal dengan Inspektorat Jenderal. Sebenarnya apa sih Inspektorat Jenderal itu?

Inspektorat Jenderal adalah unsur pengawas pada suatu kementrian yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan kementriannya. Tugas dan fungsi Inten (Inspektorat Jenderal) pada umumnya yaitu menyelenggarakan fungsi pengawasan dan pemeriksaan atas pelaksanaan kegiatan administrasi umum, keuangan dan kinerja.

Kementrian Keuangan sendiri tentunya memiliki Inspektorat Jenderal tersendiri, berikut penjelasan sekilas tentang Inspektorat Jenderal di Kementrian Keuangan :


Dalam rangka pembenahan aparatur pemerintah pada awal berdirinya Orde Baru tahun 1966, berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 15/U/Kep/8/1966 tanggal 31 Agustus 1966 ditetapkan antara lain kedudukan, tugas pokok dan fungsi Inspektorat Jenderal Departemen. Pembentukan Institusi Inspektorat Jenderal pada suatu Departemen pada saat itu dilakukan sesuai kebutuhan. Dengan Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 38/U/Kep/9/1966 tanggal 21 September 1966 dibentuk Inspektorat Jenderal pada delapan departemen termasuk Departemen Keuangan dan sekaligus mengangkat H.A.Pandelaki sebagai Pejabat Inspektur Jenderal Departemen Keuangan.

Masih dalam Kabinet Ampera, dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133/Men.Keu/1967 tanggal 20 Juli 1967 ditetapkan (sambil menunggu pengesahan dari Presidium Kabinet Ampera), pembentukan Badan Alat Pelaksana Utama Pengawasan Departemen Keuangan yaitu Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan mengangkat Drs. Gandhi sebagai Pejabat Inspektur Jenderal Departemen Keuangan.

Memasuki masa Kabinet Pembangunan dengan Rencana Pembangunan Lima Tahunnya (Repelita), upaya penyempurnaan aparatur pemerintah baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah terus dilanjutkan. Pada awal pelaksanaan Repelita II tepatnya tanggal 26 Agustus 1974, terbit Keputusan Presiden Nomor 44 tahun 1974 tentang susunan Organisasi Departemen. Sebagai pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 44 dan 45 tahun 1974 di atas, diterbitkanlah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 405/KMK/6/1975 tanggal 16 April 1975 tentang Susunan Orgasnisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan. Pasal 189 Keputusan Menteri Keuangan tersebut menetapkan susunan Organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan terdiri dari:
  1.         Sekretariat Inspektorat Jenderal
  2.         Inspektur Kepegawaian
  3.         Inspektur Keuangan dan Perlengkapan
  4.         Inspektur Pajak
  5.         Inspektur Bea dan Cukai.

 Dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-959/KMK.01/1981 tanggal 15 Oktober 1981, Susunan Organisasi Inspektorat Jenderal disempurnakan menjadi sebagai berikut:
  1.         Sekretariat Inspektorat Jenderal
  2.         Inspektur Kepegawaian
  3.         Inspektur Keuangan
  4.         Inspektur Perlengkapan
  5.         Inspektur Pajak
  6.         Inspektur Bea dan Cukai
  7.        Inspektur Umum.

 Salah satu peristiwa penting yang ikut mewarnai sejarah perkembangan Inspektorat Jenderal khususnya Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan adalah dibentuknya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 31 tahun 1983. perangkat/aparat BPKP pada umumnya berasal dari Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (DJPKN) yang merupakan salah satu unit/aparat pengawasan fungsional pemerintah di bawah Departemen Keuangan.

 Dengan dileburnya DJPKN menjadi BPKP sebagai aparat pengawasan fungsional pemerintah di luar departemen, maka sebagaimana departemen lainnya Departemen Keuangan hanya memiliki satu aparat pengawasan fungsional yaitu Inspektorat Jenderal. Mengingat beban tugas semakin berat, dirasakan perlu adanya peninjauan kembali susunan organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan, dan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-800/KMK.01/1985 tanggal 28 September 1985 maka susunan organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan disempurnakan kembali menjadi sebagai berikut:
  1.         Sekretariat Inspektorat Jenderal
  2.         Inspektur Kepegawaian
  3.         Inspektur Keuangan
  4.         Inspektur Perlengkapan
  5.         Inspektur Anggaran
  6.         Inspektur Pajak
  7.        Inspektur Bea dan Cukai
  8.        Inspektur Umum.

 Pada Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara terdapat perubahan nomenklatur yang semula Departemen Keuangan menjadi Kementerian Keuangan. Penyesuaian terhadap Peraturan Presiden tersebut diselesaikan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal ditetapkan. Memperhatikan bahwa peraturan Presiden ini ditetapkan tanggal 3 November 2009, maka perubahan nomenklatur Kementerian Keuangan diimplementasikan mulai tanggal 3 Mei 2010.

Awal tahun 2011, Kementerian Keuangan melakukan perubahan dalam formasi jajaran pejabat Eselon I dan Eselon II di lingkungan Kementerian Keuangan. Salah satu pejabat yang dilantik adalah V. Sonny Loho, Ak., M.P.M. sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan yang baru, menggantikan Dr. Hekinus Manao, Ak., M.Acc., CGFM yang pada Nopember 2010 yang lalu dilantik sebagai salah satu Direktur Eksekutif Bank Dunia. Selain itu perubahan organisasi juga terjadi di Inspektorat Jenderal sejak kepemimpinan Bapak Dr. Hekinus Manao, Ak., M.Acc., CGFM. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 184/KMK.01/2010 maka susunan organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan semakin dikukuhkan menjadi sebagai berikut:
  1.        Sekretariat Inspektorat Jenderal
  2.         Inspektorat I
  3.         Inspektorat II
  4.         Inspektorat III
  5.         Inspektorat IV
  6.         Inspektorat V
  7.         Inspektorat VI
  8.         Inspektorat VII
  9.         Inspektorat Bidang Investigasi

Sumber : http://www.itjen.depkeu.go.id/page/sekilasitjen.aspx






3 Bank Terbaik di Indonesia

Di Tahun 2013 ini banyak sekali bank yang ada di Indonesia. Dari semua bank tersebut mereka menawarkan banyak layanan yang dapat kita pilih selaku nasabahnya. Saya sebagai masyarakat Indonesia tentu memiliki sudut pandang sendiri terhadap layanan dari tiap-tiap bank itu.

Setelah saya perhatikan, menurut saya ada 3 bank yang bisa dikatakan terbaik di Indonesia. Mereka yaitu :


1. Bank Mandiri
Bank Mandiri merupakan salah satu bank BUMN milik pemerintah Indonesia. Selaku perusahaan BUMN sudah dapat dikatakan bahwa pelayanan yang diberikan terhadap kebutuhan para nasabahnya sudah bagus.
Berikut beberapa keunggulannya :
  • ATM-nya sudah tersebar di seluruh Indonesia
  • Adanya layanan SMS-Banking, Internet Banking, dan Mobile Banking
  • Sudah banyak perusahaan dagang/retailer yang bekerjasama, sehingga transaksi belanja bisa lebih mudah
  • Adanya penghargaan yang diberika kepada konsumen berupa hadiah undian, sehingga para nasabah yang setia menggunakan Mandiri bisa berpeluang besar mendapatkan hadiahnya.
2. Bank BCA
Bank BCA merupakan bank swasta asing yang masuk ke Indonesia, mungkin sudah diketahui oleh semua masyarakat kalo bank BCA ini jaringan transaksinya sangat luas sekali sehingga Bank BCA sangat cocok sekali bagi anda yang senang bertransaksi melauli perbankan.

3. Bank CIMB Niaga
Bank ini merupakan bank sawasta asing yang masuk ke Indonesia juga, bisa dikatakan umur bank ini masih muda. Namun, walaupun bisa dikatakan sebagai pendatang baru bank CIMB ini jaringan transaksinya sudah luas sekali, terutama di kota-kota besar. Sehingga bagi anda yang tinggal di kota-kota besar sangat menunjang aktivitas perbankan anda.

Wednesday, March 21, 2012

PNS, BISNIS, KORUPSI ?

Setelah sekian lama lagi tidak menulis, sebuah isu yang akhir-akhir ini mencuat di media membuat saya berfikir untuk membuat suatu tulisan ringan tentang topik yang sekarang sedang hangat-hangatnya dibicarakan. Apa topiknya? Ya, topiknya adalah masalah "Korupsi" yang dilakukan oleh pegawai pemerintah atau sebut sajalah PNS.

Mungkin topik diatas hanya menjadi inspirasi dari tulisan ini dan bukan menjadi topik utamanya. Sekarang saya aka mengajukan pertanyaan, setujukah anda jika seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil) melakukan usaha bisnis diluar pekerjaan utamanya sebagai pegawai pemerintah/pelayan masyarakat?

Pertanyaan diatas sempat dikeluarkan oleh salah satu dosen dikampus saya, kami pun selaku mahasiswa banyak yang beradu pendapat tentang pertanyaan itu. Sebagian ada yang setuju, sebagian lagi ada yang tidak setuju. Baik dari pihak yang setuju maupun yang tidak setuju semuanya memiliki alasan yang kuat.

Well, saya pun mencoba mengambil jalan tengahnya saja, mengambil sisi-sisi positif dari kedua pendapat itu. Sekarang mari kita tinjau secara keseluruhan, semuanya pasti sudah tahu berapa sih sebenarnya gaji PNS itu? walaupun memang ada yang besar tapi tetap saja kan yang namanya manusia itu kebutuhannya tidak terbatas (seperti yang mereka katakan di pelajaran Ekonomi). Nah, untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas itu manusia akan melakukan segala cara untuk memenuhinya, tentu saja untuk memenuhinya harus punya cukup "uang" karena saat ini bisa dibilang "uang" hampir bisa ditukar dengan semua kebutuhan manusia. Memang uang bukan segalanya dan uang tidak bisa kita gunakan untuk membeli "kebahagiaan". Tetapi, "uang" merupakan salah satu alat untuk mencapai kebahagiaan, am I right? Untuk mendapatkan uang tersebut mungkin sebagian dari para pegawai pemerintah itu berusaha untuk menaikan pangkat dan golongannya agar mendapat gaji yang lebih besar. Nah, tidak mungkin juga semua pegawai pangkat dan golongannya sama, pasti ada atasan dan bawahan. Sebagian dari mereka yang kurang beruntung mencapai posisi mungkin melakukan hal yang bisa dibilang "curang" yaitu KORUPSI. Tapi justru karena keserakahan manusia, kebanyakan pegawai yang telah mempunyai posisi strategislah yang melakukan hal tersebut. Bahkan korupsi sekarang dilakukan dengan cara berkelompok.

Sekarang kita lihat sisi positif dari bisnis. Untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tidak terbatas, beberapa orang berfikir dari pada harus berbuat curang kenapa tidak mencari nafkah dengan cara yang benar saja? Ya, mereka melakukan bisnis. Menurut saya pribadi tidak masalah bagi seorang PNS melakukan hal-hal yang berbau bisnis selama bisnisnya tersebut tidak mengganggu tugas pokonya yaitu mengabdi kepada negara dan rakyat. Bisa saja mereka bisnis di bidang real estate seperti membangun kos-kosan, menyewakan rumah, toko, dan lain-lain. Pasti itu tidak akan terlalu menguras banyak waktu mereka selaku PNS. Dan masih banyak lagi bisnis yang bisa dikerjakan oleh para PNS itu.

Persoalan berikutnya adalah, jika memang PNS itu berbisnis darimanakah sumber dana yang dia pakai untuk berbisnis? Jika dana itu adalah hasil tabungannya atau warisan atau pun pinjam ke lembaga keuangan seperti Bank ya boleh-boleh saja. Sekarang bagaimana kalau sumber dana bisnis mereka itu adalah uang hasil korupsi mereka? Well, ada yang mau berpendapat? :)